Jumat, 07 November 2008

Alam pun marah kepada UGM





selalu ada makna dibalik sebuah peristiwa



entah. Aku harus berkata apalagi. Sungguh mengerikan. Angin yang menerjang UGM hari ini benar-benar memberiku banyak pelajaran. Ketika kejadian, aku baru saja bangun tidur di rumah B-21 tercinta. baru saja keluar rumah, angin-angin tiba-tiba mulai berhembus kencang. Hujan juga mulai turun. Aku masih merasa biasa saja saat itu, ya mungkin hujan seperti biasa. Maklum, masih musim hujan. Tapi aku merasakan keanehan terjadi kemudian, angin bertambah kencang, bertambah kencang dan semakin kencang. Hujan juga mulai turun dengan deras sekali. lalu aku bersama 5 orang yang berada di B-21 menutup pintu depan. Sementara itu ada seorang teman yang hoby jadi potograper justru membuka pintu dan mulai memainkan kameranya. Aku marahin saja, sebab ada yang benar-benar ketakutan mendengar angin ribut itu. Apa foto lebih berharga daripada nyawa kita?



Tiba-tiba saja, kraaaakk..!! pohon di depan rumah B-21 tumbang. Berpikir sejenak setelah melihat pohon tumbang, pasti luar biasa sekali kekuatan angin ini. astagfirullah! aku berada di episentrum angin ribut! tidak menunggu lama, lalu saja aku mulai berdzikir, berdoa, memohon ampun kepada Allah. Aku sudah tidak tahu lagi, angin belum menunjukkan tanda-tanda berhenti, sementara di luar pohon-pohon seperti mengantri untuk jatuh. Mungkin sebentar lagi rumah ini akan kejatuhan pohon. Aku merasa dekat dengan-Nya, mungkin nyawaku akan diambil hari ini. Di rumah B-21 dimana aku meletakkan mimpi-mimpiku ketika mahasiswa saat ini. Aku benar-benar sudah tidak bisa berpikir jernih. Hanya ketakutan-ketakutan saja yang terus aku pikirkan.



30 menit berlalu, alhamdulillah angin dan hujan sudah berhenti. Lalu aku memutuskan untuk keluar dari rumah. Sebentar membersihkan halaman rumah yang kejatuhan pohon, lalu aku mengelilingi UGM untuk memastikan semuanya. Aku takjub. Hampir semua pohon di kompleks Bulaksumur tumbang. entah itu hanya sekadar patah ranting, atau benar-benar tercerabut sampai ke akar-akarnya. Tapi yang benar-benar membuatku terpana, 2 pohon beringin di lapangan GSP tumbang! 2 beringin penjaga UGM telah tumbang.



Entah ada arti apa dibalik peristiwa mengerikan ini. Tapi aku yakin, UGM sedang diingatkan. Bagaimana tidak, kejadiannya tepat, dan hanya terjadi di kampus UGM! bahkan kaca-kaca gedung bermasalah, Gama Book Plaza pun pecah semua. Pertanda apa lagi kalau bukan alam sedang mengingatkan kampus mahal ini?



Yang pasti aku merasa diberi banyak pelajaran ketika aku melihat angin ribut yang luar biasa, dan baru kali ini selama seumur hidup, aku melihat angin nan mematikan tersebut dari pusatnya. Semoga kejadian ini memberi pelajaran buat kita semua.

Jumat, 17 Oktober 2008

4 tahun yudhoyono-kalla

Historia Vistae Magistra. Sejarah telah mengajarkan kebijaksanaan. Dalam konteks negeri ini, sejarah telah memberikan pelajaran bagaimana perbedaan dan pertentangan sesungguhnya telah mengantarkan kita pada kemerdekaan. Melalui keragaman pendapat para pendiri republik ini, kita banyak belajar bagaimana caranya bertoleransi. Dan sudah menjadi anggapan umum bahwa sejarah masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang ramah dan sopan. Itu selalu tergambar dalam teks-teks sejarah yang diajarkan di sekolah. Keramahan dan kesopanan itu pula yang menyebankan orang asing mau singgah di negeri ini.
Namun sikap ramah tamah, sopan , dan beradab yang menjadi karakter masyarakat di negeri ini sepertinya hanya tinggal menjadi sejarah. Belum lama kita mendengar bahwa di daerah Jawa Timur ada seorang lelaki penyuka sesama jenis yang membunuh lebih dari 10 orang. Lelaki yang bernama Rian tersebut dengan sadis menghabisi korban-korbannya. Bahkan, semua korban ditemukan terkubur di sekitar rumah Rian.
Tidak berselang lama dari berita itu, beberapa saat yang lalu kita disuguhi kabar yang mengagetkan sekaligus memprihatinkan. Ada orang yang mati bunuh diri setelah melaksanakan solat Ied di Masjid Istiqlal. Kabar ini tentu cukup mempermalukan harga diri kita sebagai bangsa Indonesia. Sebab orang itu nekat mengakhiri hidupnya justru di saat sebagian besar penduduk negeri ini tengah menikmati kemenangan setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa.
2 berita di atas sebenarnya adalah sedikit dari ratusan bahkan ribuan masalah sosial yang tengah menghinggapi Indonesia. Bahkan bisa dibilang, kasus di atas tidak bisa menggambarkan permasalahan sosial di negeri ini. Sebab, banyak masalah yang lebih ironis dari 2 berita di atas namun tidak terekspos ke masyarakat luas. Tak jarang kita memperoleh kabar ada keluarga yang bunuh diri karena tidak kuat menanggung beban hidup. Belum lagi mengenai kasus penggusuran pedagang kaki lima (PKL) yang menyebabkan pengangguran di negeri ini semakin bertambah banyak.
Sementara itu, akhir-akhir ini kita juga disuguhi dengan drama yang bernama Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi. Drama ini telah menimbulkan pro dan kontra yang sangat meluas di kalangan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya aksi-aksi yang dilakukan baik oleh mereka yang mendukung RUU ini maupun mereka yang menolak disahkannnya RUU menjadi Undang-Undang. Beberapa provinsi malah dengan tegas sudah menyatakan penolakannya terhadap RUU ini.
Belum disahkan, namun RUU ini secara tidak langsung telah mengadu domba masyarakat di negeri ini. Baik mereka yang menolak maupun mendukung sering terlibat bentrok. Belum sampai tahap bentrok fisik memang. Namun jika dibiarkan terus, ini akan menjadi bom waktu yang akan meledakkan konflik horizontal di masayarakat. Itu terlihat dari perang wacana yang cukup gencar dilakukan oleh kedua belah pihak. Masyarakat yang tidak paham apa-apa pun bisa menjadi korban.
Konflik sesama warga pun sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah kasus penyerangan yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) terhadap AKBB. Yang ironis, kejadian tersebut terjadi di tugu Monumen Nasional (Monas). Padahal seperti kita ketahui bersama, Monas merupakan salah satu simbol persatuan dan kesatuan negeri ini.
Dari sedikit penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa bangsa ini sedang sakit. Mohammad Sobary bahkan mengatakan bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami kondisi kebudayaan yang sakit sebagai akibat dari campur tangan kekuasaan di masa lalu. Indonesia saat ini ibarat wajah manusia yang bopeng di sana-sini. Orang yang berwajah tampan atau cantik, ia akan bangga dengan wajah yang dimilikinya. Namun tidak demikian dengan Indonesia, karena wajahnya bopeng, seolah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dari negeri ini.
Kalau mau jujur, kita sendiri mungkin akan kaget jika melihat kondisi yang seperti ini. Bangsa yang pernah punya sejarah beradab ini, mungkin tidak bisa lagi disebut beradab. Kebrutalan terjadi dimana-mana. Tentu kita masih ingat konflik antar agama yang pernah terjadi di negeri ini. Yang ironis, kejahatan tidak hanya dilakukan oleh sesama masyarakat. Pejabat di negeri ini justru menyengsarakan masyarakatnya sendiri. Terlihat dari terungkapnya kasus korupsi yang semakin lama semakin banyak lebih jauh, ini mnjadi semacam tragedi dalam sejarah bangsa.
Melihat berbagai kejadian yang telah berlangsung di negeri, menunjukkan bahwa ternyata pemahaman akan pluralitas yang dimiliki oleh bangsa ini masih rendah. Ini juga mencerminkan betapa selama ini kita telah mengabaikan kebudayaan. Belum lagi jika melihat kondisi yang sangat kontras. Pemerintah yang seharusnya mampu memberikan teladan yang baik nyatanya tidak mampu melakukannya. Meskipun sebagian besar rakyat negeri ini masih sengsara, para pejabat dan keluarganya justru hidup bermewah-mewahan dan tidak memiliki sense of crisis.
Pada masa pemerintahan Yudhoyono pun belum terjadi perubahan yang sangat signifikan. Yang ada justru masalah sosial budaya bertambah semakin kompleks. Padahal, presiden yang untuk pertama kali dipilih langsung oleh rakyat ini sudah memerintah selama 4 tahun. Artinya, pemerintahan belum cukup efektif dalam meredam setiap gejolak sosial budaya yang berpotensi untuk mengoyak kebhinekaan. Salah satu contohnya adalah kasus Lumpur Lapindo. Kejadian yang sudah berlangsung lebih dari 2 tahun ini seperti dibiarkan berlarut-larut. Hal ini menimbulkan problem sosial baru. Masyarakat yang desanya terendam Lumpur dipaksa untuk mengungsi. Ganti rugi yang tersendat pun menjadi masalah lain. Bahkan, ini tidak hanya menyebabkan konflik antara pemerintah dengan warga. Tetapi ini juga menjadi sumber konflik antar anggota masyarakat yang saling mengklaim hak kepemilikan tanah agar bisa memperoleh ganti rugi.
Tidak hanya berhenti sampai di situ. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah juga tidak tegas dan menjadi blunder. Pemerintahan Yudhoyono telah tiga kali menaikkan harga BBM. Karena kenaikan itu, pengangguran menjadi semakin banyak karena di-PHK oleh perusahaan-perusahaannya, sehingga masyarakat miskin semakin bertambah. Bertambahnya jumlah masyarakat miskin menimbulkan dampak sosial yang luar biasa. Banyak yang akhirnya menjadi gelandangan pengemis di perempatan jalan. Yang ironis bahkan justru ada daerah yang bangga menjadi pemasok gelandangan dan pengemis.
Selanjutnya adalah kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diharapkan mampu mengganti beban yang ditanggung masyarakat sebagai konsekuensi kenaikan harga BBM juga telah memakan banyak korban. Dapat kita lihat pada tahun 2005 ketika BLT pertama kali dilakukan. Banyak warga yang salaing berebut hanya untuk mendapatkan uang ratusan ribu. Ada orang yang mampu secara ekonomi tapi mengaku miskin agar dapat BLT. Bahkan ada kepala desa yang dibunuh hanya karena tidak memasukkan warganya ke dalam daftar penerima BLT. Ini tentu menjadi sumber masalah sosial yang lain.
Penggusuran rumah-rumah warga serta Pedagang Kaki Lima (PKL) semakin sering dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bahkan terkadang demi alasan yang tidak logis, demi keindahan dan kenyamanan bersama. Apakah hanya demi alasan keindahan, lalu pemerintah tega menggusur rakyatnya sendiri? Patut kita pertanyakan kembali sebenarnya pemerintah berpihak kepada siapa.
Menurut Ricklefs, desentralisasi telah membatasi kemampuan pemerintah pusat untuk mengatasi persoalan-persoalan. Namun, pemerintah seharusnya bisa mengambil peran yang strategis dalam mengatasi berbagai persoalan sosial budaya yang terjadi di negeri ini. Francis Fukuyama (1999) mengatakan bahwa pemerintah dapat menciptakan sebuah tatanan sosial melalui wewenang kepolisian dan pendidikan. Tingkat kejahatan dapat turun drastis. Selain untuk mencegah kejahatan, penjagaan keamanan jelas memberi dampak yang penting bagi modal sosial.
Sebagai kesimpulan, secara alami bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Karena kemajemukan tersebut tentu perbedaan menjadi sebuah keniscayaan. Karena itulah seharusnya kita harus mampu mengendalikan diri dan menghargai perbedaan. Kemudian, pemerintah juga harus bersikap tegas dalam mengambil kebijakan-kebijakan untuk mengatasi semua problem sosial budaya di negeri ini. Jangan seperti sekarang, dimana pemerintah justru membuat blunder kebijakan yag justru menjadi sumber masalah.

Minggu, 12 Oktober 2008

minggu pagi

Sesaat sebelum beranjak dari rumah dan kembali berjuang di kota perjuangan, Jogja. Minggu pagi adalah yang sangat menyenangkan. Penuh kenangan. Ingatan kembali melayang ke masa silam ketika hari minggu adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu setelah 6 hari bergelut dengan sekolah dengan tugas-tugas yang sangat menyebalkan. Sebenarnya hari minggu, sekarang ini, kurang begitu berarti yang sama seperti hari minggu yang dulu. Bagaimana tidak, kalau berbicara masalah libur, semester ini otomatis aku mendapat libur 4 hari setiap minggu. Kuliahku hanya 3 hari, selasa, rabu, kamis. 4 hari lainnya libur.
Tetapi hari minggu tetatplah hari minggu. Dalam bayanganku, hari minggu adalah hari yang berwarna biru muda. Entah kenapa, tapi aku memiliki bayangan-bayangan sendiri tentang hari. Mungkin hari minggu berwarna biru karena aku bisa lebih lama menikmati langit dibanding dengan hari-hari lainnya.
Dan hari minggu kali ini, aku kembali ke kota jogja, kota dengan berjuta pengalaman, berjuta pelajaran. Kembali belajar tentang cinta, impian serta jalan utnuk mencari tahu siapa sebenarnya diri sendiri. Saatnya untuk membulatkan tekad, aku pasti berhasil menaklukan jogja!

Sabtu, 11 Oktober 2008

Malam menjelang keberangkatan ke jogja

“Tiga aturan untuk sukses menulis adalah : 1. banyak membaca; 2. banyak menulis; 3. banyak membaca lagi, banyak menulis lagi” -Robert Silverberg-

Bukan bermaksud mendramatisir keadaan. Tapi sepertinya ini perlu ditulis sebagai bahan refleksi saja. Liburan berlalu dengan indah, menurutku. Banyak pengalaman. Banyak pelajaran yang bisa diambil. Banyak membaca buku. Banyak menulis. Banyak mendengarkan lagu. Banyak bermain. Beberapa menit yang lalu aku sepertinya enggan pulang ke jogja. Mungkin ini salah satu kelemahanku. Terkadang bisa sangat malas. Tapi sekarang, setelah baru saja aku mengantar barang belanjaan tetangga ke rumahnya, aku merasa bersemangat lagi. Aku harus bermanfaat buat orang lain. Ya, kuliah di jogja bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain. Untuk bapak ibu, pasti. Kemudian juga untk mereka yang kurang beruntung dan belum bisa menikmati belajar di perguruan tinggi. Aku hanya lebih beruntung dari mereka. Lalu apa yang bisa aku banggakan? Aku harus terus berusaha. Untuk diri sendiri dan untuk rakyat negeri ini.
Aku yakin apa yang aku rasakan sekarang pasti dialami oleh semua mahasiswa (mungkin juga semua orang) yang liburannya hampir berakhir. Antara keinginan untuk melanjutkan liburan dan gairah untuk menghadapi tantangan yang akan ditemui di depan. Tapi sudahlah, waktu harus terus berjalan. Biarkan saja. Apa yang dirasakan ya dirasakan saja. Satu yang penting adalah semangat untuk berubah harus terus dipertahankan. Negeri ini masih carut marut. Rakyatnya masih banyak yang sengsara. Kalau para pemuda seperti aku masih berpikir malas-malasan lalu bagaimana nasib bangsa ini ke depan. Bisa hancur negeri ini.
Keadaan ekonomi akhir-akhir benar-benar mengkhawatirkan aku. Aku jelas tak paham dengan situasi yang demikian kompleks. Tapi sepertinya ini seperti efek bola salju, semakin lama semakin membesar dan bisa saja menghancurkan semua yang ada di depan. Buktinya saja Bursa Efek Indonesia (BEI) masih belum buka juga. Gejala apa ini? Aku juga belum bisa tenang meskipun Presiden Yudhono berkali-kali mengatakan kondisi perekonomian Negara kita masih under control, masih di bawah kendali. Tenan pora pak? Batinku.
Sebentar lagi bergelut dengan dunia kemahasiswaanku lagi. Apakah mahasiswa bisa menjadi salah satu solusi bagi permasalahan bangsa ini? Entah. Kita lihat saja nanti.

11 oktober 2008 ,, 18.41

Jumat, 10 Oktober 2008

Baca, Baca dan Baca

Seno Gumira Adji, setelah menerima Hadiah Sastra Asia Tenggara beberapa tahun lalu mengatakan bahwa : ….masyarakat kami adalah masyarakat yang membaca untuk mencari alamat, membaca hanya untuk mengetahui harga-harga, membaca hanya untuk melihat lowongan pekerjaan, membaca hanya untuk mengetahui hasil pertandingan sepakbola, membaca karena ingin tahu berapa persen diskon obral besar di pusat perbelanjaan, dan akhirnya membaca sub-title opera sabun di televisi untuk mendapatkan sekadar hiburan…”

Ini tentu menjadi hal yang sangat ironis. Sebab persoalan malas membaca ini tidak hanya menghinggapi masyarakat secara umum. Mahasiswa pun sekarang dijangkiti budaya malas membaca bacaan-bacaan yang berkualitas. Padahal mahasiswa adalah kalangan intelektual yang seharusnya kaya dengan pengetahuan. Tetapi, bagaimana mungkin bisa kaya pengetahuan jika membaca saja malas. Saat mahasiswa FISIPOL seharusnya membaca buku-buku tentang berbagai teori sosial politik, yang terjadi justru komik-komik yang menjadi bacaan kesukaan. Tak heran jika sekarang banyak mahasiswa FISIPOL yang ditanya tentang bermacam-macam teori hanya mampu menggelengkan kepala. Saat seharusnya mahasiswa fakultas ekonomi membaca koran-koran tentang perkembangan terbaru tentang krisis ekonomi, justru novel-novel yang berada di genggaman. Sebuah kejadian nyata, sungguh ironis ketika seorang mahasiswa tidak tahu apa itu Lehman Brothers. Padahal ini adalah perusahaan sekuritas yang beberapa waktu lalu bangkrut dan menyebabkan goncangan besar bagi perekonomian dunia. Mungkin sebentar lagi negeri ini akan merasakan dampak dari krisis tersebut.

Kalau mahasiswa masih mengaku sebagai agent of change, seharusnya dia mau lebih banyak membaca buku. Bukan berarti tidak boleh membaca novel atau komik. Tapi bagaimanapun juga, buku-buku tentang berbagai macam teori dan displin ilmunya harus mutlak dikuasai. Itu kalau masih mau disebut sebagai agent of change. Tapi terserah kepada teman-teman mahasiswa. Sekadar catatan, negeri ini nanti akan kita pimpin kawan!

Saatnya berjuang kembali..


Hari kesepuluh di bulan oktober. 2 hari lagi sudah harus pulang ke jogja. 2 hari lagi perjuangan sudah harus dimulai kembali. 2 hari lagi tekanan-tekanan akan datang menghampiri. Saatnya bersiap-siap atau aku akan dihancurkan sendiri. Saatnya membuktikan bahwa mahasiswa tidak hanya bisa demo. Saatnya membuktikan bahwa dalam keterbatasan pun aku bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Kasus RUUK DIY masih berlarut-larut meskipun Keppres sudah diberikan. Kasus RUU MA apalagi. Kenapa hakim agung masih ngotot pensiun di usia 70 tahun? Memang MA itu panti jompo? Apakah negeri kita lalu akan terkena imbas krisis yang terjadi di Amerika? Entah, aku kurang begitu paham mengenai masalah ekonomi. Tapi aku yakin, jika tidak bersiap-siap, negeri ini akan diterpa badai krisis ekonomi meskipun kata Yudhoyono tidak akan separah tahun 1998. kemarin perdagangan saham dihentikan. Katanya sih karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI jatuh sampai angka 1.451,669 karena rontoknya bursa global akibat dari krisis ekonomi Amerika Serikat. Itu berarti IHSG anjlok sekitar 10, 38 % dari angka 168, 052.

Indonesia sebentar lagi akan menjadi tuan rumah Asian Beach Games (ABG) yang akan dilangsungkan di Bali 18-26 oktober ini. Aku gak paham apa maunya pemerintah dengan ajang seperti ini. Sepertinya bukan arena untuk mengejar prestasi. Tapi lebih kepada arena untuk promosi pariwisata. Bagaimana tidak, dari 16 cabang yang akan dipertandingkan, tidak ada satupun yang dimainkan di SEA Games, Asian Games, apalagi Olimpiade. Ya karena ini merupakan ajang alternative. Buktinya ini baru pertama kali diadakan. KONI/KOI setahuku kekurangan dana. Tapi kok masih sempat juga menggelar ajang ini. Yang lebih sibuk terlihat justru kerja dari Kementerian Pariwisata daripada Kementerian Pemuda dan Olahraga. Boros uang. Tapi mungkin targetnya memang bukan mengejar prestasi melainkan turis-turis asing.

Kualifikasi World Cup 2010 besok dimulai lagi. Berharap semoga tim-tim yang aku idolakan semua lolos ke Afrika Selatan. Sampai sejauh ini semua berjalan baik-baik saja. Inggris masih memuncaki klasemen grup 6. spanyol masih berada di puncak klasemen grup 5. hanya Italia yang posisinya sekarang mengkhawatirkan. Meskipun masih berada di nomor 1 dengan 6 poin, tapi sekarang badai cedera tengah menghinggapi tim azzuri. Ini sungguh berbahay karena lawan yang dihadapi berikutnya adalah Negara kuat, Bulgaria.

Terakhir, mengutip kata-kata dari Rob Reiner, Ultimately all you can do is fix yourself. And that’s a lot. Because if you can fix yourself, it has a ripple effect.


Kamis, 09 Oktober 2008

setelah liburan ini..

Aneh. Suasana itu sungguh aneh. Bayangan ketika melihat pepohonan yang hijau, pohon cemara, pohon mahoni, pohon apapun entah aku kurang begitu paham apa namanya, langit cerah yang berwarna biru muda. Awan berserak putih dengan bermacam-macam bentuknya. Seharusnya aku terbiasa dengan suasana seperti itu. Aku jelas berasal dari desa. Desa terpencil di selatan Jogja. Banyak yang menjuluki (atau mengejek?) dengan sebutan negeri di atas awan. Ya, gunung kidul, desa kelahiran kedua orang tuaku. Tapi entah kenapa ketika hari itu (6/10) bermain (berwisata) ke daerah Sidomukti , Bandungan suasananya terasa aneh. Pergi bersama sahabat, teman-teman semasa SMA, rasanya seperti kembali mengarungi masa lalu yang penuh dengan kenangan indah. Aku senang, meskipun kadang aku merasa cuma seorang fotografer, hahaha.



Rasanya belum pernah aku pergi ke tempat seperti itu. Dengan bukit yang sangat tinggi. Ketika aku berada di atasnya, melihat ke bawah seperti melihat irisan bawang. Ya, berputar-putar tanaman nan hijau memenuhi pandangan. Jauh di sana ada rawa pening, kalau aku tidak salah. Jelas kelihatan gunung merapi, merbabu, entah apalagi. Aku yakin semua orang yang pergi ke tempat ini pasti akan mengaguminya dan melepaskan semua atribut kesombongan yang dimiliki. Maha Besar Allah dengan segala ciptaanNya.

Sempat merasa ketakutan ketika melihat salah satu wahana permainan di tempat ini. Flying Fox, aku biasa mendengar permainan ini tapi sama sekali belum pernah mencobanya. Dari mulai membeli karcis, mengantri di barisan, dan akhirnya memasang tali pengaman, jantung seperti berteriak tak karuan, berdetak dengan sangat kencang. Melihat ke bawah sepertinya kau membayangkan film silvester stallone yang aku lupa apa judulnya. Film itu dimulai ketika silvester gagal menolong istri temannya yang terjebak di tengah tali antara 2 tebing. Dan akhirnya istri temannya itu jatuh dalam jurang yang sangat dalam yang di bawahnya terdapat sungai. Hampir persis seperti itu mungkin gambaran mengenai apa yang aku rasakan. Jelas aku takut, jelas aku kepikiran macam-macam. Bagaimana kalau nanti di tengah-tengah talinya putus. Sudah siapkah aku mati?

Aku belum siap untuk itu. Tapi semuanya berlalu begitu cepat. Aku mulai meluncur. Pertama kali ketika orang yang memasang tali pengaman menyuruh aku menekuk kaki, aku menutup mata rapat-rapat. Membayangkan semua yang aku sayangi. Lalu aku mulai meluncur. Jantung sepertinya sudah ingin loncat dari badanku. Aku pasrah. Jika memang ini akhir hidupku. Semoga Allah mengampuni dosa hambanya ini. Tapi ternyata tidak sesuai pikiran-pikiran jelekku ini. Baru 2-3 meter meluncur, aku berani membuka mata. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Lega, sungguh aku baru bisa melepaskan semua beban pada saat meluncur di atas ketinggian puluhan meter seperti ini. Aku merasa tenang, sangat tenang, sesuatu yang sangat jarang bisa aku rasakan pasca usiaku 17 tahun. Semua beban seperti hilang menguap entah kemana. Lalu aku ayunkan kedua kakiku mencoba menikmati indahnya meluncur di antara 2 bukit yang jaraknya ke tanah mungkin sekitar 100 meter sepertinya. Mungkin juga lebih. Sensasi yang aku rasakan benar-benar belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku ketagihan. Tapi belum lama aku meluncur ternyata sudah harus berhenti. Sudah sampai di seberang. Turun. Dan aku ingin mencobanya lagi. Bukan sekarang. Tapi nanti pasti aku akan mencobanya lagi. Pasti itu.

Rapelling. Kalau wall climbing kita memanjat dari bawah ke atas, sedangkan ini kita menuruni tebing sedalam kurang lebih 4-0-50 meter. Sama saja yang aku rasakan. Takut pada awalnya. Bahkan jauh lebih takut jika dibandingkan dengan flying fox yang tadi. Dalam bahasa sederhananya, kita hanya pasrah saja ketika bermain flying fox, namun ketika Rapelling benar-benar dibutuhkan keberanian kita. Meskipun ini sangat aman, tentu menakutkan, apalagi bagi seorang pemula seperti aku. Menuruni tebing dengan berdiri miring ke belakang sekitar 45 derajat sangatlah membuat hati seperti kemropok dalam bahasa salah seorang teman lama. Pelan-pelan tim rapellingnya memasang pengaman ke badanku. Aku sudah ketakutan saja. Mulai berjalan, sepertinya kakiku terasa linu, pegal semuanya, mati rasa, mungkin. Aku terpaksa harus melepas sandal jepit yang aku pakai. Terasa licin keringat dingin yang membasahi hampir seluruh badan. Namun aku beranikan diri, seorang mahasiswa tidak boleh takut hanya dalam hal beginian. Pelan-pelan aku turun, mencoba menikmati, meskipun sebenarnya aku benar-benar takut. Tapi aku beranikan diri, aku turun menyusuri tebing yang agak kasar bebatuannya. Apalagi ditambah aku tidak memakai sandal. Padahal di kedua kakiku masih menempel perban obat mata ikan. Agak sakit, tapi sudah sejauh ini, sudah di tengah jalan. Harus diteruskan. Setidaknya aku kemudian bisa menikmatinya. Di bawah sudah menunggu seorang teman yang membawa kamera. Sambil tersenyum puas aku berteriak lega. Tentu sedikit berpose untuk kenang-kenangan. Akhirnya aku bisa melewati tantangan yang sebenarnya aman tersebut.

Belum selesai petualangan hari itu. Jalan-jalan sebentar menikmati indahnya ciptaan Allah. Sungguh luar biasa. Indonesia dianugerahi negeri dengan kekayaan alam yang luar biasa. Negeri yang dianugerahi keindahan alam seperti ini seharusnya mampu bersyukur. Tidak hanya warga, termasuk pejabat negeri ini harusnya bersyukur. Bukan malah korupsi dan merusak keindahan alam negeri ini demi tujuan meraih keuntungan pribadi semata.

Setelah liburan ini, seharusnya aku bisa lebih kuat dalam menghadapi badai tekanan yang pasti akan menemuiku sebentar lagi. Tekanan yang bertubi-tubi, pasti segera datang. Tinggal aku kuat menghadapinya atau tidak. Apakah aku akan menyetir badai tekanan itu, atau justru aku yang akan terombang-ambing oleh badai yang siap menerjang apapun yang berada di depannya.

Selasa, 07 Oktober 2008

Tentang RUUK DIY…

Kontroversi terkait Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY sepertinya tak kunjung usai. Kemarin Sri Sultan Hamengku Buwono X bertemu presiden Yudhoyono untuk menerima Keppres terkait perpanjangan masa jabatan Gubernur. Rentang waktu perpanjangan belum dtentukan berapa lamanya. Tetapi maksimal adalah 3 tahun. Dan diharapkan dalam 3 tahun tersebut RUUK sudah disahkan menjadi UU. Masalah ini berkembang panas terutama karena aku sekarang tinggal di Jogja. Otomatis aku mau tidak mau mengikutinya. Sempat dibahas di perkuliahan pers, sangat mengasyikkan membahas masalah ini sampai membuat teman-teman yang asli Jogja terpancing untuk memberikan komentar. Apalagi banyak sekali sinyalemen yang beredar di balik RUUk yang berlarut-larut ini. Dari mulai isu penjegalan Sri Sultan untuk menjadi capres tahun 2009 sampai adanya anggapan yang beredar bahwa pemerintah pusat melupakan dan mengingkari sejarah bergabungnya DIY ke dalajm NKRI. Sikapku sendiri sudah jelas. Aku mendukung sepenuhnya bahwa jabatan Gubernur sudah sewajarnya melekat pada Sri Sultan. Begitu juga dengan wakil gubernur melekat pada Paku Alam. Artinya, pemilihan gubernur di DIY tidak ada. Yang ada hanyalah penetapan Sri Sultan menjadi gubernur. Jadi tidak seperti daerah lain yang menggelar pemilihan gubernur langsung. Ini sesuai dengan maklumat 5 oktober 1945. dimana saat itu keraton DIY adalah kerajaan pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia dan menggabungkan diri menjadi bagian dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu isi maklumat tersebut adalah bahwa jabatan gubernur atau kepala daerah tertinggi di DIY melekat pada Sri Sultan. Dengan kata lain. Keturunan Sultan secara turun temurun akan menjadi Gubernur DIY. Hal ini bukan berarti mengingkari sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia. Tetapi apa yang dijalankan oleh DIY justru sebenarnya jauh lebih demokratis. Demokrasi substansial, begitu Sri Sultan menyebutnya. Aku sepakat dengan hal tersebut dan dengan tegas aku menolak apa yang dikatakan salah seorang pembantu SBY yang mengatakan bahwa di DIY menggunakan sistem monarki absolute. Sosok Sri Sultan jelaslah sosok yang mampu mengayomi rakyatnya. Keberagaman dijamin di daerah ini. Setiap mahasiswa yang merantau ke jogja pasti merasa nyaman dengan suasana daerah ini. Karena itu aku ingin bilang, sampai kapanpun Jogja harus tetap istimewa!!

Minggu, 28 September 2008

Pelajaran kemiskinan

Berbagai kasus terkait kemiskinan saat ini muncul dengan sangat jelas di hadapan kita semua. Belum tuntas kasus gizi buruk dan busung lapar yang menimpa rakyat Indonesia. Belum selesai penderitaan rakyat sebagai imbas kenaikan harga BBM, kita disuguhi berita yang sangat tragis sekaligus tidak masuk di akal. Hanya untuk mendapatkan uang zakat senilai Rp 30.000, ratusan orang rela mengantri dan menyebabkan 21 orang tewas.

Insiden zakat Pasuruan itu menyadarkan banyak kalangan. Selama ini kita seolah lupa bahwa masih banyak saudara kita yang miskin. Kita terlena oleh keadaan yang membuat kita nyaman. Kita setiap hari lebih banyak disuguhi berita-berita tentang kehidupan para elite politik. Tapi, ternyata kemiskinan di negeri ini merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan. Menurut data BPS, terdapat sekitar 30 juta rakyat Indonesia yang masih miskin.

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia pada dasarnya adalah kemiskinan yang terjadi secara sistematis. Tentu menjadi hal yang aneh kalau kita miskin di negeri kaya. Salah satu contoh yang nyata adalah beberapa waktu yang lalu terjadi kasus gzi bruk di daerah Jawa Barat. Ini tentu semakin aneh, di daerah yang relatif dekat dengan Jakarta pun masih ditemukan kasus semacam ini. Dengan kata lain, keadaan seperti ini dapat terjadi karena pemerintah mengeluarkan kebijakan yang salah terkait masalah ekonomi. Masyarakat yang kaya semakin kaya, dan yang miskin pun menjadi semakin tidak berdaya.

Pemerintah seharusnya mulai melakukan langkah yang lebih berani. Kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi perlu di evaluasi. Kebijakan terkait liberalisasi perekonomian harus dihentikan. Sebab sudah jelas kelihatan bahwa hal tersebut tidak mensejahterakan rakyat Indonesia. Kemudian, jangan sampai kebijakan seperti BLT muncul kembali. Sebab itu hanya akan melatih rakyat untuk mengemis dan malas bekerja.

Cukup insiden Pasuruan menjadi yang terakhir. Itu menjadi pelajaran agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama di masa depan. Pelajaran tentang kemiskinan yang diajarkan oleh peristiwa tadi harus bisa kita ambil hikmahnya. Kita tidak boleh lagi menjadi ayam yang mati di lumbung padi. Sudah saatnya kita bangkit melawan kemiskinan. Sudah saatnya ekonomi kita berpihak kepada rakyat Indonesia. Sehingga impian tentang kesejahteraan rakyat Indonesia seluruhnya, dapat tercapai.

Jumat, 26 September 2008

Ancaman Neoliberalisme..

Sekilas, pandangan bahwa banyaknya investor asing yang masuk ke Indonesia itu baik. Keadaan ekonomi akan membaik seiring dengan datangnya modal-modal asing. Kesejahteraan pun akan datang dengan sendirinya. Pemerintah Indonesia saat ini kurang labih memiliki pandangan yang sama dengan hal tersebut. Hal ini terlihat dari berbagai paket kebijakan yang intinya adalah membuka peluang seluas-luasnya agar investor asing mau menanamkan modalnya di nigeri ini. Privatisasi, liberalisasi, sampai pasar bebas menjadi hal yang sudah tidak asing di Indonesia.

Tetapi kalau mau kita lihat lebih jauh, neoliberalisme memiliki agenda yang sangat busuk di dalamnya. Agenda yang secara perlahan-lahan akan merusak dan menghancurkan bangsa ini. Agenda kaum kapitalis ini adalah menguasai perekonomian dunia. Lalu kemudian mempermainkan pasar seenaknya sendiri. Apalagi, ideologi ini mengharuskan sektor non-perdagangan dan merupakan hak rakyat sepert listrik, air dan migas dibuat dengan competition policy atau kebijakan kompetisi. Sehingga, sektor publik yang pada awalnya merupakan barang publik yang dikuasai dan dikendalikan oleh negara dibuat menjadi barang ekonomi yang harganya ditentukan oleh dinamika pasar.

Neoliberalisme selalu memandang bahwa keadaan ekonomi tidak akan optimal jika distribusi barang dan jasa serta modal tidak dikontrol oleh aturan apapun. Dengan kata lain, keadaan ekonomi akan opimal jika barang dan jasa serta modal dimiliki dan dikuasai oleh individu-individu yang memiliki tujuan untuk mencetak keuntungan pribadi yang sebesar-besarnya. Kemudian, ”Private Property” akan menjadi demikian absolut tanpa tanggungjawab apapun dari negara.

Perlahan-lahan, akan terjadi berbagai perubahan aturan dari lingkup yang lebih luas yaitu lingkup sosial menjadi sempit lingkup pribadi. Masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, kesehatan serta pengangguran yang sebelumnya membutuhkan peran besar dari negara kemudian hanya menjadi masalah pribadi saja yang hanya membutuhkan kebijakan inividu tanpa pengaruh apapun dari negara.

Neoliberalisme sendiri secara kasat mata sudah mulai menguasai Indonesia. sektor-sektor publik atau BUMN mulai diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Atau dengan kata lain, privatisasi. Maka tak heran jika sekarang banyak sekali aset-aset strategis nasional yang dikuasai bangsa asing. Dari SDA sampai bidang telekomunikasi pun sudah banyak yang menjadi milik asing. Ini tentu menjadi sebuah catatan kelam negeri ini.

Inilah Neoliberalisme. Sebuah ideologi dan sistem yang sangat jahat. Menurut Data UNDP (United Nations Development Programme), rentang antara pendapatan tertinggi dan terendah di Indonesia juga sangat lebar, karena sekitar 10 % penduduk terkaya masih menguasai sekitar 80 % aset nasional. Biaya kesehatan yang tinggi semakin memberatkan rakyat. Kriminalitas sejak tahun 1998 sampai sekarang naik 1.000 %. Di bidang pendidikan 4,5 juta anak tiap tahun putus sekolah. Fasilitas pendidikan seperti sekolah dan kelengkapannya terabaikan. Kekurangan gizi mencapai angka 8 % dari total jumlah anak balita. Kwik Kian Gie pernah melaporkan kasus di dua desa, yakni Desa Klungkung (10 kilometer dari kota Jember) dan di Gadingrejo (Juwana) yang pernah dikunjunginya semasa ia masih Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Rakyat miskin di dua desa itu hidup hanya dengan Rp 1.250 atau sekitar 0,13 dollar AS per hari per orang. Dengan pendapatan sebesar itu, mereka setiap hari hanya bisa makan dua kali, itu pun bubur sangat encer hanya dengan lauk garam. Kadang ada sayuran, tetapi kadang kala juga tidak ada. Daging tidak pernah mereka lihat. Pengangguran meningkat 1 juta orang setiap tahunnya.

Neoliberalisme memang memberlakukan semua kebutuhan hidup yang mendasar bagi hajat hidup orang banyak tak lebih dari sekadar omoditas ekonomi saja. Prinsip pasar bebas pun diterapkan dalam berbagai bidang. Terlihat dari berbagai kebijakan yang intinya adalah meliberalisasikan berbagai sektor publik. Yang paling terlihat jelas adalah sektor pendidikan. Biaya pendidikan merangkak mahal dan hanya bisa dinikmati oleh orang-orang kaya saja. Begitu juga dengan kesehatan. Hak-hak orang miskin untuk mengakses kesehatan sangat dibatasi. Sudah terlalu sering kita mendengar banyaknya orang miskin yang sakit namun tidak pernah bisa berobat karena tidak punya biaya.

Sebagai negara berkembang, Indonesia memang akan menjadi sasaran empuk kaum neolib. Jika tidak mampu bertahan dengan kemandirian bangsa, Indonesia akan hancur perlahan-lahan di masa depan. Bagaimana tidak, saat ini saja kondisi negeri ini sudah sedemikian parah. Kemiskinan dimana-mana, kelaparan, gizi buruk serta lainnya. Pemerintah justru semakin menyengsarakan rakyat dengan berpihak kepada kaum neolib. Kebijakan di sektor energi yang carut marut membuktikan hal itu. Harga BBM dan elpiji dinaikkan. Serta masih banyak lagi contoh yang lain. Alih-alih memakmurkan rakyat, pemerintah justru memperlebar jarak antara si kaya dan si miskin.

Tetapi sebenarnya, yang patut dikhawatirkan dari neoliberalisme adalah sifatnya yang mampu menghancurkan tatanan lokal. Dengan sangat diakuinya hak-hak individu, keserakahan akan menjadi hal yang sangat dimaklumi. Mereka yang kaya akan semakin memperkaya dirinya sendiri. Dan yang miskin akan semakin sengsara. Belum lagi budaya serta adat bangsa ini akan luntur. Tidak akan lagi kita temui orang yang masih mau menolong saudaranya. Norma-norma yang selalu diajarkan sejak kecil, budi pekerti, tenggang rasa, lapang dada dan banyak lainnya akan hilang begitu saja. Setiap orang hanya akan memikirkan dirinya sendiri. Dan fakta bahwa kita pernah bersatu dan berjuang bersama-sama dalam merebut kemerdekaan negeri ini hanya akan menjadi catatan sejarah yang usang dan bahkan mungkin terlupakan.

Bangsa Indonesi sebenarnya sudah memiliki sebuah ideologi yang menjadi jatidiri bagi bangsa ini. Ideologi Pancasila. Sebuah ideologi yang merupakan manifestasi nilai-nilai luhur bangsa ini. Jika kita mau lebih konsisten dalam menjalankan ideologi ini, kita akan mampu bertahan dari derasnya berbagai ideologi yang menerjang Indonesia. Termasuk dari neoliberalisme.

Kamis, 25 September 2008

Lonceng Kematian Kebebasan Pers

Membaca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus Asian Agri vs Tempo sungguh memprihatinkan. Sekali lagi, pers kembali dikorbankan. Atas nama keadilan, pengadilan memutuskan bahwa majalah Tempo terbukti bersalah dengan menyerang dan melecehkan nama baik pemilik Asian Agri, Sukanto Tanoto. Pemimpin Redaksi (Pemred) Tempo kemudian diharuskan membayar denda sebesar 50 juta dan wajib meminta maaf tiga hari berturut-turut di majalah Tempo, koran Tempo, serta harian Kompas. Asian Agri sendiri melakukan gugatan setelah majalah Tempo memuat berita mengenai dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis tersebut.

Yang mengkawatirkan, putusan ini adalah yang kedua kalinya dalam 3 bulan terakhir. Juli lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan perdata PT Riau Andalan Pulp and Paper atas koran Tempo. Ini tentu menjadi ancaman yang cukup serius bagi kebebasan pers di Indonesia. di saat masa transisi demokrasi seperti ini, ada kecenderungan bahwa era pembreidelan pers akan kembali lagi. Persis seperti era Orde Baru, dimana pers benar-benar dimandulkan melalui serangkaian kebijakan yang diambil oleh rezim.

Yang paling jelas terlihat pada Rancangan Undang-Undang Pemilu. Indikasi adanya pembreidelan jelas terlihat ketika ada salah satu pasal yang menyebutkan bahwa pemerintah berhak menghentikan program siaran maupun pemberitaan yang dirasakan mengganggu ketertiban umum. Ini tentu bisa menjadi langkah awal sebelum pembreidelan nanti akan benar-benar terjadi. Sebab RUU Pemilu ini jelas bertentangan dengan paradigma kebebasan pers seperti tercantum dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang pers.

Sarat Kejanggalan

Kemudian terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap majalah Tempo. Dalam putusan tersebut sangat banyak kejanggalan yang terjadi. Pertama, hakim dinilai salah mengutip dalam putusannya. Hakim menyatakan bahwa Tempo tidak melayani hak jawab selama setahun. Padahal menurut Pemred Tempo, Toriq Hadad, Asian Agri baru mengajukan hak jawab 11 bulan setelah berita itu diturunkan. Koran ini juga melayani hak jawab tersebut (koran Tempo 12 September 2008). Kedua, pertimbangan hakim bahwa suatu kasus tak bisa diberitakan sebelum berkekuatan hukum juga aneh. Ini sama saja dengan menutup akses untuk jurnalisme investigasi. Kalau memang suatu kasus tidak bisa diberitakan sebelum berkekuatan hukum, seharusnya akan banyak media massa dan televisi yang diberi sanksi. Misalnya dalam kasus korupsi. Ini tentu menjadi bukti lain bahwa hakim memakai stadar ganda dalam putusannya.

Belum lagi jika melihat fakta bahwa hakim nyaris tidak memasukkan kesaksian ahli dan fakta yang mendukung berita Tempo. Bahkan hakim menyatakan bahwa berita tersebut merupakan sebuah penghakiman oleh pers (trial by the press). Ketiga adalah mengenai kemenangan Asian Agri di pengadilan secara berturut-turut. Putusan ini adalah yang keempat kalinya bagi perusahaan milik Sukanto Tanoto tersebut. Belum lama kita ketahui bahwa Asian Agri mengalahkan Direktorat Pajak yang mengusut dugaaan penggelapan pajak Rp 1,3 Trilyun yang dilakukan perusahaan tersebut. Kemudian, seperti sudah disebutkan di atas, pengadilan memenangkan PT RAPP atas gugatan terhadap Tempo mengenai illegal loging. Belum lagi jika melihat bahwa Asian Agri menghukum Vincentius Amin Sutanto dengan 11 tahun penjara. Vincentius adalah pengawas keuangan Asian Agri yang dipecat karena membocorkan dokumen dugaan penggelapan pajak.

Ini akan menjadi sebuah preseden yang buruk bagi kebebasan pers. Kecenderungan yang terjadi selama ini adalah pers selalu dikorbankan ketika berhadapan dengan para pengusaha yang kaya. Pengusaha yang bermasalah dengan pers memakai cara dengan melakukan kriminalisasi pers. Orang-orang kaya tersebut lebih suka menggugat pers secara perdata ketimbang menggunakan hak jawab atas pemberitaan yang dimuat. Padahal mekanisme hak jawab jelas tercantum dalam pasal 5 ayat 2 UU No 40 tahun 1999 tentang pers. Sepanjang tahun 2007 sampai 2008 saja tercatat sudah banyak nama yang menjadi korban kriminalisasi pers. Diantaranya adalah majalah Time (Asia) yang divonis bersalah dalam pemberitaa dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan presiden Soeharto beserta keluarganya.

Permasalahan di atas, harus dimaknai sebagai permasalahan pers di Indonesia secara keseluruhan. Sebab bukan mustahil, masalah yang tengah dialami beberapa media termasuk Tempo ini akan berimbas kepada banyak media lainnya. Di masa mendatang, putusan-putusan yang merugikan pers ini bisa saja menjadi acuan para hakim untuk menghukum pers. Tentu ini akan menjadi hal yang sangat menakutkan. Bahkan, ini bahkan bisa menjadi lonceng kematian bagi kebebasan pers di Indonesia.

Jika tidak waspada, mungkin saja akan muncul SIUPP-SIUPP selanjutnya seperti era orde baru. seharusnya sejarah bisa mengajarkan kebijaksanaan kepoada para hakim yang memutus perkra terkait pers. Namun sepertinya, para hakim lebih berpihak kepada orang-orang besar termasuk para pengusaha yang mungkin saja lebih menguntungkan hakim-hakim itu.

Lebih jauh, fungsi pers sebagai salah satu kontrol sosial pun akan hilang. Bahkan publik akan semakin kesulitan untuk memperjuangkan hak-haknya. Negara yang seharusnya melayani dan mementingkan kepentingan umum justru mengubur kebebasan pers. Entah kepada siapa lagi rakyat negeri ini harus berharap.

Sabtu, 23 Agustus 2008

Inilah Negeriku

Kontrak minyak dan gas merugikan negara hampir mencapai ratusan trilyun (Tempo, 4 September 2008). Hal tersebut merupakan keadaan yang sangat ironis bagi bangsa ini. Di saat dewasa ini Indonesia mengalami krisis energi yang berkepanjangan, ternyata kontrak yang dilakukan terkait dengan energi justru merugikan negara sendiri. Padahal baru beberapa saat yang lalu kita dikejutkan dengan penyuapan jaksa yang mengurus kasus BLBI. Disusul “perselingkuhan” yang dilakukan Bank Indonesia dan DPR. “perselingkuhan” yang membuat BI dengan mudah mengalirkan dana ke DPR tanpa laporang serta pertanggungjawaban yang jelas. Semua peristiwa tersebut hanya memperjelas bahwa 100 tahun kebangkitan Indonesia hanyalah seremoni belaka. Sebab kondisi bangsa ini sudah sedemikian parah.

Berbicara mengenai kondisi bangsa Indonesia sekarang ini seperti membicarakan bencana yang tak kunjung usai. Dari bencana alam sampai bencana kemanusiaan semua seolah melanda tak kunjung henti. Dari perkara korupsi sampai bencana tsunami. Entah darimana harus memulainya. Sebab krisis multidmensional benar-benar sudah membuat negeri ini dalam kondisi sekarat, bahkan hampir kolaps. Rakyat dimana-mana mengalami kelaparan. Kemiskinan merajelela, sementara pejabat masih bermewah-mewah dengan kekayaannya.

Tahun 2008 ini tepat satu tahun menjelang pemilihan umum (pemilu) yang akan dilaksanakan pada 2009. Pemilu yang merupakan harapan untuk memperbaiki negeri ini, sepertinya hanya akan menjadi ajang perebutan kekuasaan belaka. Bahkan elit politik sepertinya juga sudah mulai menancapkan bendera perang. Rakyat Indonesia sudah menjadi entitas terpisah dari kekuasaan. Atau dengan kata lain, rakyat hanya menjadi kuda tunggangan untuk mendapatkan kekuasaan. Bahkan sebelum pemilu dimulai, mereka sudah sibuk berperang kata-kata, dan berkutat bagaimana cara “menjual diri”.

Lepas dari pemilu, sebenarnya banyak faktor yang dapat membuat Indonesia sebagai sebuah negara akan hancur perlahan-lahan. Yang pertama dan paling utama saat ini adalah masalah korupsi. Korupsi sudah menggerogoti bangsa ini bahkan sampai sendi-sendi yang terdalam. Sebagai contoh, jaksa yang menangani kasus BLBI pun bisa disuap. Belum lagi “perselingkuhan” BI-DPR seperti yang sudah disebutkan di awal. Ini belum ditambah dengan kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR serta pejabat di daerah. Bahkan kasus korupsi sudah menyebar secara merata di berbagai daerah di Indonesia.

Faktor kedua adalah masalah energi. Seperti kita tahu, Indonesia adalah negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Namun ternyata kekayaan yang kita punyai tidak mampu digunakan secara maksimal. Sebagai contoh, kenaikan harga BBM seharusnya menjadikan negeri ini untung besar. Tapi yang terjadi justru rakyat Indonesia semakin sengsara. Banyak nelayan yang tidak bisa melaut karena tidak mampu membeli solar untuk kapal mereka. Kemudian mengenai pemadaman listrik bergilir serta keluarnya SKB 5 menteri mengenai pengalihan jam kerja industri. Hal ini sebagai akibat dari kurang sigapnya pemerintah dalam mengantisipasi melonjaknya permintaan listrik. Yang terakhir tentu kasus gas tangguh dengan China. Gas milik kita dijual dengan harga yang sangat murah.

Yang ketiga adalah masalah ketahanan pangan. Sangat memalukan ketika negeri lumbung beras justru mengimpor beras. Keadaan tersebut memang mau tidak mau harus diakui saat ini. Kebijakan yang diambil pemerintah sangat tidak berpihak kepada petani-petani kecil. Harga beras yang seharusnya melonjak ketika musim panen justru menurun karena impor beras yang dilakukan pemerintah. Secara otomatis petani kecil akan mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Sementara itu, mencari solusi atas semua permasalahan ini juga seperti mengurai benang kusut. Tidak mudah menentukan cara untuk memecahkan berbagai persoalan di atas. Tetapi setidaknya penulis memiliki beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Mengenai kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, maka harus dilawan dengan perjuangan yang luar biasa pula. Semua elemen masyarakat harus ikut bergabung. Kejaksaan harus dibersihkan dari oknum-oknum yang korup. Anggota partai maupun anggota partai yang terbukti melakukan tindak korupsi juga harus dipecat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai garda terdepan pemeberantasan korupsi tidak boleh melakukan pilih kasih, semua kasus harus diungkapkan dengan transparan. Tidak peduli itu melibatkan pejabat tinggi negara maupun tidak.

Kemudian mengenai krisis energi, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah perlu dipertanyakan kembali. Apalagi menyangkut kontrak energi dengan pihak asing seperti gas tangguh, kemudian exxon mobil, philips di Natuna, sampai freeport di Papua. Bahkan kalau perlu pemerintah harus berani menasionalisasi aset-aset stretegis yang dikuasai oleh asing terutama di bidang energi. Atau kalau mau bersepakat dengan Amien Rais, semua kontrak harus di renegosiasi terutama freeport. Apalagi freeport nyata-nyata telah merugikan negara ini. Masalah ketahanan pangan, pemerintah harus mengambil kebijakan yang tegas. Jangan sampai mengimpor beras tapi melupakan nasib petani sendiri. Pemerintah seharusnya mengambil kebijakan yang melindungi petaninya. Beberapa persoalan di atas hanya merupakan sedikit dari banyaknya masalah yang melanda bangsa ini. Jika dibiarkan terus menerus tanpa ada solusi yang jelas bukan tidak mungkin Indonesia hanya akan menjadi sejarah.

Jika mau ditarik garis lebih jauh, inti dari semua permasalahan yang ada di Indonesia adalah krisis kepemimpinan. Kita bangsa Indonesia tidak memiliki pemimpin yang berani dan mampu melawan modal asing. Pemimpin yang ada saat ini hanya mengikuti arus dan tidak pernah memberi solusi atas permasalahan yang mendera bangsa ini.

Di sinilah dituntut peran para pemimpin muda untuk mengambil sikap tegas mengambil tongkat esatafet kepemimpinan di negeri ini. Pemimpin muda adalah mereka yang memiliki jiwa visioner dan progresif. Mereka memiliki semangat luar biasa dan keberanian yang tidak dimiliki oleh para pemimpin saat ini. Semangat yang mampu membawa Indonesia keluar dari krisis yang berkepanjangan ini.

Sabtu, 19 Juli 2008

Menyibak Pidato Kenegaraan Presiden : Kampanye Menjelang Pemilu 2009?

Pidato kenegaraan Yudhoyono yang dilaksanakan 15 Agustus menyisakan banyak pertanyaan. Benarkah semua yang disebutkan Yudhoyono benar-benar sesuai dengan realita? Apakah semua janji-janji yang telah diucapkan akan dipenuhi? Atau jangan-jangan, isi pidato kenegaraan kemarin hanya salah satu bentuk politik citra yang dilakukan Yudhoyono untuk membuai rakyat Indonesia agar memilihnya kembali di tahun 2009 mendatang?
Isi pidato yang paling mencengangkan tentu ketika pemeritah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dalam APBN 2009. Kebijakan ini diambil setelah MK memerintahkan agar pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Melihat keadaan tersebut, dunia pendidikan patut bersyukur sebab setelah sekian lama akhirnya pendidikan menjadi prioritas utama pemerintah. Namun, banyak hal yang harus dikritisi di sini. Pertama, anggaran pendidikan ini memasukkan gaji pegawai seperti guru dan dosen di dalamnya. Keadaan ini tentu menjadi pertanyaan, bukankah anggaran hanya akan habis untuk menggaji pegawai. Kedua, dengan banyaknya gedung sekolah di Indonesia yang rusak, tentu akan banyak juga biaya untuk memperbaikinya. Menjadi satu masalah lagi, sebab yang dibangun hanya fisik sementara kualitas masih rendah. Seharusnya, gaji pegawai tidak dimasukkan ke dalam pos anggarang pendidikan. Dengan begitu, alokasi dana yang seharusnya untuk gaji pegawai bisa dialihkan untuk pembangunan gedung-gedung. Dan dana untuk perbaikan kualitas juga bisa lebih besar.
Selain anggaran pendidikan sebesar 20% APBN 2009, hal menarik lainnya dari isi pidato Yudhoyono adalah mengenai kemiskinan. Menurutnya, angka kemiskinan tahun ini adalah yang terendah baik dalam besaran maupun dalam persentasenya. Penurunan angka kemiskinan ini mungkin saja benar. Tapi jika dirunut lebih jauh, penurunan angka kemiskinan dapat terjadi karena perbedaan penggunaan metodologi dalam menentukan kriteria orang miskin. Sebagai contoh, Badan Pusat Statisitik (BPS) dulu memasukkan orang yang bekerja serabutan sebagai orang yang tidak berpenghasilan dan kemudian dianggap sebagai orang miskin. Namun sekarang, orang yang bekerja serabutan dianggap memiliki pekerjaan. Sehingga status miskin pun tidak layak disandangnya. Penulis dalam hal ini beranggapan bahwa BPS memberikan data kepada SBY hanya berdasarkan “asal bapak senang”.
Melihat pidato kenegaraan Yudhoyono ini jelas sekali terlihat politik citra yang coba dipertahankan di tengah keterpurukan yang tengah melanda sang presiden. Dan sebelum menarik simpati rakyat, sepertinya Yudhoyono sudah berhasil menarik simpati anggota DPR/MPR yang hadir di gedung DPR/MPR ketika itu. Terlihat jelas dari 58 tepuk tangan (kompas, 16 Agustus 2008) yang diberikan selama pidato Yudhoyono berlangsung. Beberapa elite parpol pendukung pemerintah juga tidak ketinggalan ikut memberikan suaranya. Seperti ungkapan Priyo Budi Santoso, ketua fraksi partai golkar ini mengatakan bahwa pidato presiden sungguh luar biasa. Hal itu juga diamini oleh ketua Fraksi Partai Demokrat yang mengungkapkan bahwa dari pidato presiden jelas kelihatan berbagai kemajuan yang dicapai bangsa ini selama 4 tahun kepempinan beliau.
Tapi seperti biasa, politik citra bukanlah lagu baru. Itu adalah lagu lama yang selalu diulang-ulang. Apalagi di masa pemerintahan SBY-JK ini. Menjelang 2009, semua upaya akan dilakukan untuk kembali menduduki puncak kekuasaan. Dari mulai pidato kenegaraan yang menarik simpati para guru, sampai menarik simpati rakyat miskin. Hal ini pernah dilakukan tahun 2004. dimana ketika itu Yudhoyono dengan bermodalkan iklan dan jargon “bersama kita bisa “ berhasil menarik hampir sebagian besar rakyat Indonesia untuk memilihnya menjadi Presiden.
Mungkin Yudhoyono lupa, rakyatnya sudah tidak butuh janji-janji lagi. Rakyatnya sudah tidak butuh laporan-laporan yang sepertinya mengungkapkan keberhasilan presiden tapi ternyata realitanya jauh berbeda. Rakyat Indonesia sudah sangat muak melihat korupsi yang melanda hampir seluruh pejabat. DPR-Bank Indonesia “berselingkuh” dengan kurang ajar. Aliran uang lancar tanpa ada tanda terima dan laporang yang jelas. Meminjam ungkapan shakspeare, kill all the lawyer. Di Indonesia, sepertinya ungkapan tadi harus diganti kill all the politicians. Tentu bukan dalam arti yang sebenarnya.
Sebagai kesimpulan, penulis bersepakat bahwa Yudhoyono sungguh luar biasa dalam menyampaikan pidato kenegaraan. Cara menarik simpati dari orang lain juga bagus. Bagaimana dia menyeka keringat, mengambil air minum, beristirahat sejenak seperti menunjukkan sebuah pesan. Seolah pesan tersebut berbunyi : Presiden juga manusia, jadi tolong jangan timpakan semua kesalahan kepada saya. Bukan salah saya kalau ternyata takdir negara kita adalah menjadi negara miskin!

Jumat, 11 Juli 2008

Mempertanyakan Masa Depan

Masa lalu adalah kenangan, hari esok adalah misteri , dan saat ini adalah anugerah, begitu kata orang bijak. Ya, saat ini adalah anugerah. Anugerah luar biasa yang telah dianugerahkan Sang Pencipta kepada makhlukNya. Anugerah yang sudah selayaknya kita syukuri, apapun itu.
Bicara masa depan, menurutku, adalah membicarakan manifestasi apa yang telah kita lakukan di masa lalu dan saat ini. Atau dengan kata lain, apapun yang telah kita lakukan di masa lalu, akan menentukan nasib kita sendiri di masa depan. Siapa menabur benih, dia akan menuai. Siapa menyiapkan masa depannya dengan rapi, dia akan mendapatkannya. Sementara itu, siapa menyiapkan masa depan dengan sembarangan tentu dia tidak akan mendapat apa-apa. Tentu, pengecualian bagi orang yang memiliki keberuntungan. Sebab orang yang memiliki keberuntungan biasanya akan memperoleh masa depan yang lebih baik.
SD, aku mendapat NEM 40,55. Nilai tersebut membawaku masuk ke SMP 3 Ungaran. Sekolah kecil di pinggir sawah yang penuh dengan kenangan. Aku tidak lupa, bahwa aku pernah menangis tidak mau bersekolah di SMP 3. Namun, Allah menyuruhku belajar di SMP 3 untuk memenuhi takdirku sendiri. 3 tahun cepat berlalu. Aku keluar dari SMP 3 dengan nilai yang menurutku cukup memuaskan, 24, 21. Allah kemudian menyuruhku belajar di SMA 1 Ungaran. Sebuah SMA favorit di kota kecil Ungaran. Di SMA ini aku diajari banyak hal. Bersahabat, berorganisasi, bahkan juga tentang cinta. Menjadi ketua OSIS, ya, setidaknya aku pernah memimpin 900 anak lebih. Pengalaman hebat tentu. Unforgetable memories, begitu kata fariz, sahabatku.
3 tahun di SMA ternyata juga cepat sekali berlalu. Aku dipaksa harus berpisah dengan orang yang, ketika itu, sangat aku sayangi. Aku harus meneruskan belajar di Jogja, di UGM, salah satu universitas terbesar dan terbaik di negeri ini. Sebuah ujian yang sangat berat tentang cinta. Semoga aku bisa menghadapinya. Dan aku yakin bisa melewatinya. Namun, harapan tinggal harapan. Di Jogja, aku dikenalkan dengan kehidupan yang tidak pernah aku jalani sebelumnya. Aku pikir, Jogja akan bersikap ramah terhadapku. Tentu karena di dalam darahku mengalir kencang darah jogja. Ya , Bapak Ibu asli Gunungkidul. Tapi ternyata tidak. Aku dihajar habis-habisan, mental maupun fisik.
Aku diajari tentang kehidupan. Ilmu yang sebelumnya tidak pernah aku pelajari di Ungaran. Bagaimana hidup sendiri, mencuci sendiri, makan sendiri. Susah memang awalnya. Tapi kini sudah terbiasa. Ya, sudah sangat biasa.
Kuliah ternyata susah. Bukan masalah akademik. Tapi masalah bagaimana kita akan menyiapkan masa depan kita sendiri. Dari situ aku mulai meutuskan untuk masuk di organisasi. Untuk menyiapkan masa depan tentu. Kenapa aku memilih Balairung, kenapa aku memilih BEM KM, ada alasannya. Balairung adalah salah satu kawah candradimuka pers mahasiswa yang terbaik di Indonesia. Sejarah Balairung hampir sama tuanya dengan sejarah rezim Orde Baru. Aku ingin menjadi seorang wartawan. Cita-citaku, yang sedikit banyak dipengaruhi mas Furry. Karena itu aku memutuskan masuk ke Balairung. Semoga berguna. Amin.
Kenapa aku memilih BEM KM? Pada awalnya aku hanya ingin meneruskan hobbiku berorganisasi. Dengan latar belakang sebagai ketua OSIS, tentu jiwaku sudah berisi dengan organisasi. Tapi ketika beberapa bulan aku bergabung dengan BEM KM, ada yang lebih besar dari itu. Rakyat Indonesia masih menderita. Jutaan orang yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Tapi di sisi lain, dengan enaknya seorang pejabat mengambil uang mereka. Jelas keadilan belum ditegakkan di negeri ini. Negeri ini hanya digunakan sebagai mainan oleh elite politik. Rakyat hanya dibutuhkan ketika mereka butuh suara di pemilihan umum. Setelah, rakyat pasti akan ditindas.
Sejarah negeri ini adalah sejarah tentang penindasan. 350 tahun kita dijajaha Belanda. 3,5 tahun dijajah Jepang. Tahun 1945 kita merdeka, tapi tentu kita masih miskin. Hampir 20 tahun pemerintahan Soekarno pun belum bisa menghasilkan perubahan yang signifikan. Justru terjadi pembunuhan besar-besaran pasca tragedi berdarah September 1965. Di Bawah Soeharto adalah salah satu episode terkelam dalam sejarah republik ini. Beberapa tahun Soeharto memimpin, tidak dapat kita pungkiri banyak kemajuan pembangunan yang dicapai. Namun setelah itu, KKN merajalela. Korupsi dimana-mana sementara rakyat dibiarkan menderita. Bahkan gerakan mahasiswa pun dibungkam. Tidak boleh ada yang bersuara.
Reformasi 1998 memberi harapan baru kepada rakyat Indonesia. Tapi ternyata sama saja. Reformasi hanya sebatas penumbangan Soeharto. Tidak lebih. Nyatanya sampai sekarang rakyat Indonesia masih banyak yang menderita. Habibie, Gus Dur, Megawati sampai SBY, semua sama saja. Semua tunduk di bawah kepentingan asing. Tidak ada yang berani melawan. Habibie melepas Timor Timur, Mega menjual asset-aset Negara kepada asing, dan SBY bahkan 2 kali menaikkan harga BBM. Apakah Indonesia, negeri dengan lebih dari 200 juta jiwa penduduk ini tidak mampu lagi melahirkan para pemimpin besar yang berpihak kepada rakyat? Tidak adakah lagi Soekarno baru, Hatta, Natsir, Tan Malaka atau bahkan Soe Hok Gie?
Kemudian aku memutuskan untuk ikut berjuang bersama rekan-rekan yang lain. Hanya 3 % dari lebih dari 200 juta jiwa penduduk Indonesia yang mampu mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Karena itulah, mahasiswa sebenarnya menanggung beban yang sangat berat. Sebab di belakangnya terletak nasib rakyat Indonesia. Sejak saat itu aku semakin yakin untuk mengambil peranku sebagai seorang mahasiswa. Seorang mahasiswa yang mempunyai kontrol sosial terhadap jalannya kehidupan Negara. Mahasiswa hari ini tidak hanya dituntut secara akademis, tapi juga tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Karena kita adalah calon pemimpin bangsa nanti
Masuk Departemen Aksi dan Propaganda, demonstrasi tentu kegiatan yang biasa aku lakukan. Nyatanya memang kebijakan-kebijakan SBY masih banyak yang tidak berpihak kepada rakyat Indonesia. 2 kali menaikkan harga BBM, menjual hutan seharga pisang goring, menjual asset-aset Negara kepada asing tentu menjadi rapor merah pemerintahan SBY-JK ini. Kasus Lumpur Lapindo pun tidak mampu diselesaikan. Justru kasus tersebut dipolitisasi.
Tidak hanya isu politik nasional, rektorat UGM pun sangat menyebalkan. Bagaimana mungkin mereka bisa menghalangi orang yang tidak punya biaya dan ingin masuk UGM? Bahkan dengan mudahnya salah seorang pejabat di rektorat bilang, kalau tidak punya biaya tidak usah kuliah. Menyakitkan sekali. Semoga dosa-dosa kita diampuni Allah. Amin. Semakin membuat semangatku untuk berjuang semakin tinggi.
Evaluasi sebelum semester 3. di semester awal nilai IP ku 3, 36. sementara di tahun semester dua IP ku turun menjadi 3,09. Catatan yang sangat jelek. Tapi aku merasa itu bukan karena aku tidak bisa. Itu hanya karena aku malas. Malas mengumpulkan tugas. Terlalu asik dengan demonstrasi. Tapi ternyata itu salah, mahasiswa yang baik adalah mahasiswa yang sukses secara akademis dan mampu menjalankan fungsi sosial yang dimiliki. Semester 3 besok harus lebih baik. Aku janji.
Mempertanyakan masa depan. Siapa yang tahu masa depan ku? Mungkin aku jadi direktur media di Indonesia, atau mungkin aku hanya akan jadi tukang sapu di taman. Aku tidak terlalu peduli. Sekarang aku cuma ingin berusaha menjalani peranku sebagai seorang mahasiswa. Aku ikhlas menjadi apapun nanti. Aku ikhlas.

Rabu, 16 Januari 2008

aksi solidaritas untuk korban bencana


minggu 13 january 2007, puluhan aktivis mahasiswa dari BEM KM UGM mengadakan aksi solidaritas penggalangan dana bagi korban bencana alam yang terjadi di berbagai daerah di indonesia. Aksi solidaritas tersebut diadakan sebagai salah satu bentuk kepedulian mahasiswa terhadap saudara-saudara sebangsa yang sedang ditimpa musibah. Mengambil momentum acara sunday morning yang memang diadakan setiap minggu di ugm, para mahasiswa berkeliling mengedarkan kotak amal. "kita adalah satu, dan saudara akan membantu saudaranya yang sedang tertimpa bencana", begitu kata unggul(sejarah 05) sebagai koordinator aksi solidaritas tersebut. "meskipun sederhana, namun aksi ini akan terus kita lakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap korban bencana", lanjutnya.

Kamis, 03 Januari 2008

football without frontiers..


2007 udah lewat, tinggal menjadi kenangan tak terlupakan. Dan sekarang harus menatap ke depan dengan penuh optimisme menghadapi semua tantangan yang pasti akan aku temui selama 2008 ini. Sebab masa lalu telah memberikan begitu banyak pelajaran sehingga kita harus berani melangkah ke depan. Ada begitu banyak uneg-uneg tentang harapan di 2008, tapi akan aku mulai dari olahraga, salah satu favoritku. Yang pertama tentu dari sepakbola. Dari Liga Inggris, tentu the red devils manchester united layak menjadi juara lagi pada musim ini. Kombinasi antara pelatih senior Sir Alex Ferguson dengan kematangan yang mulai diperlihatkan oleh para pemain seperti Wayne Rooney, Carlos Tevez, dan yang pasti Christiano Ronaldo masih akan menjadi kekuatan yang masih sulit ditandingi. Meskipun Arsenal dengan pasukan mudanya masih terlihat hebat, namun karena masih minim pengalaman mereka akan rontok mendekati akhir musim. Begitu juga dengan chelsea dan liverpool. Kedua tim ini masih menunjukkan inkonsistensi permainan terutama liverpool. chelsea mungkin akan lebih berpeluang menjuarai piala carling. Beralih ke liga italia. Hegemoni inter milan musim ini masih sulit diruntuhkan, apalagi bila melihat performa tim nerazzuri di putaran pertama musim ini. Tidak pernah kalah, bahkan mengalahkan lawan-lawan yang selama ini secara tradisi menjadi musuhnya. Diantara yaitu inter pernah mengalahkan ac milan, as roma , fiorentina. Yang lebih hebat, semua itu dilakukan di kandang lawan. Apabila cedera pemain yang terus melanda inter tidak terus terjadi, inter milan akan merebut scudetto tahun ini. Ke liga spanyol, konflik internal yang melanda barcelona sampai saat ini akan melapangkan jalan real madrid untuk menjadi juara la liga di akhir musim. Situasi yang kurang harmonis dimana ronaldinho sekarang sering dicemooh publik camp nou, kemudian posisi frank rijkard yang rawan pemecatan berbanding terbalik dengan kondisi di real madrid yang justru semakin solid dengan hubungan kekeluargaan antar pemain. Sementara itu di bundesliga jerman, bayern muenchen aku pikir akan kembali menjadi juara setelah pembelian besar-besaran musim ini. Kolaborasi frank ribery, luca toni serta bomber tim nasional jerman miroslav klose menjadi monster yang menakutkan bagi lawan-lawannya. Terbukti sampai pertengahan musim ini dimana luca toni dan klose bersandingan duduk di puncak teratas top scorer. Ajax Amsterdam akan menjadi kampione eredivisie liga belanda musim ini. apabila mereka berhasil menemukan konsistensi permainan. Dominasi psv eindhoven selama 3 tahun akan terpatahkan. Apalagi pemain andalan psv, kenneth perez justru kembali bergabung dengan the amsterdammers. Di le championate prancis, hegemoni olimpique lyon selama 6 tahun terakhir belum akan berakhir. Lyon akan menjadi juara untuk yang ke 7 kalinya tahun ini. Sebuah pencapaian yang sungguh luar biasa. Kemudian ke kompetisi antarklub paling bergengsi di eropa, liga champion. Sungguh sulit untuk menentukan sipa yang akan keluar menjadi juara pada musim ini. Sebab kekuatan semua klub sekarang relatif seimbang. Tapi ada 3 nama yang layak menjadi terdepan. Pertama yaitu manchester united, kekuatan yang lebih matang dibanding tahun lalu akan membawa MU menjadi calon terkuat juara. Apalagi ditambah dengan tenaga carlos tevez, owen hargreaves serta carlos nani akan menambah kekuatan MU dimana christiano ronaldo dan wayne rooney juga semakin bertambah matang. Pengalaman ac milan di liga terelite di eropa ini tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Milan adalah tim yang aneh, meski di dalam negeri mereka terseok-seok di papan tengah, namun jangan lupa, mereka adalah juara dunia tahun 2007. Tim ketiga yang menurutku berpeluang besar menjadi juara di liga tahun ini adalah inter milan. Namun itu dengan catatan mereka mampu mengalahkan liverpool di 16 besar. Sekali lagi, manchester united memiliki peluang paling besar untuk menjadi juara. sedangkan di piala uefa, bayern muenchen memiliki peluang terbesar untuk menjuarainya. Lawan terberat akan datang dari atletico madrid, villareal, totenham dan fiorentina. Sekali lagi, ini bukan ramalan 2008, tapi cuma sekedar tebakan seorang penggemar sepakbola, hehehe. Oh iya, selamat tahun baru 2008.. semoga harapan-harapan kita dapat tercapai..