Sabtu, 23 Agustus 2008

Inilah Negeriku

Kontrak minyak dan gas merugikan negara hampir mencapai ratusan trilyun (Tempo, 4 September 2008). Hal tersebut merupakan keadaan yang sangat ironis bagi bangsa ini. Di saat dewasa ini Indonesia mengalami krisis energi yang berkepanjangan, ternyata kontrak yang dilakukan terkait dengan energi justru merugikan negara sendiri. Padahal baru beberapa saat yang lalu kita dikejutkan dengan penyuapan jaksa yang mengurus kasus BLBI. Disusul “perselingkuhan” yang dilakukan Bank Indonesia dan DPR. “perselingkuhan” yang membuat BI dengan mudah mengalirkan dana ke DPR tanpa laporang serta pertanggungjawaban yang jelas. Semua peristiwa tersebut hanya memperjelas bahwa 100 tahun kebangkitan Indonesia hanyalah seremoni belaka. Sebab kondisi bangsa ini sudah sedemikian parah.

Berbicara mengenai kondisi bangsa Indonesia sekarang ini seperti membicarakan bencana yang tak kunjung usai. Dari bencana alam sampai bencana kemanusiaan semua seolah melanda tak kunjung henti. Dari perkara korupsi sampai bencana tsunami. Entah darimana harus memulainya. Sebab krisis multidmensional benar-benar sudah membuat negeri ini dalam kondisi sekarat, bahkan hampir kolaps. Rakyat dimana-mana mengalami kelaparan. Kemiskinan merajelela, sementara pejabat masih bermewah-mewah dengan kekayaannya.

Tahun 2008 ini tepat satu tahun menjelang pemilihan umum (pemilu) yang akan dilaksanakan pada 2009. Pemilu yang merupakan harapan untuk memperbaiki negeri ini, sepertinya hanya akan menjadi ajang perebutan kekuasaan belaka. Bahkan elit politik sepertinya juga sudah mulai menancapkan bendera perang. Rakyat Indonesia sudah menjadi entitas terpisah dari kekuasaan. Atau dengan kata lain, rakyat hanya menjadi kuda tunggangan untuk mendapatkan kekuasaan. Bahkan sebelum pemilu dimulai, mereka sudah sibuk berperang kata-kata, dan berkutat bagaimana cara “menjual diri”.

Lepas dari pemilu, sebenarnya banyak faktor yang dapat membuat Indonesia sebagai sebuah negara akan hancur perlahan-lahan. Yang pertama dan paling utama saat ini adalah masalah korupsi. Korupsi sudah menggerogoti bangsa ini bahkan sampai sendi-sendi yang terdalam. Sebagai contoh, jaksa yang menangani kasus BLBI pun bisa disuap. Belum lagi “perselingkuhan” BI-DPR seperti yang sudah disebutkan di awal. Ini belum ditambah dengan kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR serta pejabat di daerah. Bahkan kasus korupsi sudah menyebar secara merata di berbagai daerah di Indonesia.

Faktor kedua adalah masalah energi. Seperti kita tahu, Indonesia adalah negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Namun ternyata kekayaan yang kita punyai tidak mampu digunakan secara maksimal. Sebagai contoh, kenaikan harga BBM seharusnya menjadikan negeri ini untung besar. Tapi yang terjadi justru rakyat Indonesia semakin sengsara. Banyak nelayan yang tidak bisa melaut karena tidak mampu membeli solar untuk kapal mereka. Kemudian mengenai pemadaman listrik bergilir serta keluarnya SKB 5 menteri mengenai pengalihan jam kerja industri. Hal ini sebagai akibat dari kurang sigapnya pemerintah dalam mengantisipasi melonjaknya permintaan listrik. Yang terakhir tentu kasus gas tangguh dengan China. Gas milik kita dijual dengan harga yang sangat murah.

Yang ketiga adalah masalah ketahanan pangan. Sangat memalukan ketika negeri lumbung beras justru mengimpor beras. Keadaan tersebut memang mau tidak mau harus diakui saat ini. Kebijakan yang diambil pemerintah sangat tidak berpihak kepada petani-petani kecil. Harga beras yang seharusnya melonjak ketika musim panen justru menurun karena impor beras yang dilakukan pemerintah. Secara otomatis petani kecil akan mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Sementara itu, mencari solusi atas semua permasalahan ini juga seperti mengurai benang kusut. Tidak mudah menentukan cara untuk memecahkan berbagai persoalan di atas. Tetapi setidaknya penulis memiliki beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Mengenai kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, maka harus dilawan dengan perjuangan yang luar biasa pula. Semua elemen masyarakat harus ikut bergabung. Kejaksaan harus dibersihkan dari oknum-oknum yang korup. Anggota partai maupun anggota partai yang terbukti melakukan tindak korupsi juga harus dipecat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai garda terdepan pemeberantasan korupsi tidak boleh melakukan pilih kasih, semua kasus harus diungkapkan dengan transparan. Tidak peduli itu melibatkan pejabat tinggi negara maupun tidak.

Kemudian mengenai krisis energi, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah perlu dipertanyakan kembali. Apalagi menyangkut kontrak energi dengan pihak asing seperti gas tangguh, kemudian exxon mobil, philips di Natuna, sampai freeport di Papua. Bahkan kalau perlu pemerintah harus berani menasionalisasi aset-aset stretegis yang dikuasai oleh asing terutama di bidang energi. Atau kalau mau bersepakat dengan Amien Rais, semua kontrak harus di renegosiasi terutama freeport. Apalagi freeport nyata-nyata telah merugikan negara ini. Masalah ketahanan pangan, pemerintah harus mengambil kebijakan yang tegas. Jangan sampai mengimpor beras tapi melupakan nasib petani sendiri. Pemerintah seharusnya mengambil kebijakan yang melindungi petaninya. Beberapa persoalan di atas hanya merupakan sedikit dari banyaknya masalah yang melanda bangsa ini. Jika dibiarkan terus menerus tanpa ada solusi yang jelas bukan tidak mungkin Indonesia hanya akan menjadi sejarah.

Jika mau ditarik garis lebih jauh, inti dari semua permasalahan yang ada di Indonesia adalah krisis kepemimpinan. Kita bangsa Indonesia tidak memiliki pemimpin yang berani dan mampu melawan modal asing. Pemimpin yang ada saat ini hanya mengikuti arus dan tidak pernah memberi solusi atas permasalahan yang mendera bangsa ini.

Di sinilah dituntut peran para pemimpin muda untuk mengambil sikap tegas mengambil tongkat esatafet kepemimpinan di negeri ini. Pemimpin muda adalah mereka yang memiliki jiwa visioner dan progresif. Mereka memiliki semangat luar biasa dan keberanian yang tidak dimiliki oleh para pemimpin saat ini. Semangat yang mampu membawa Indonesia keluar dari krisis yang berkepanjangan ini.