Senin, 13 September 2010

Hujan

Ayam! Ucapmu setengah berteriak. Teriakan yang lantas kamu sadari dengan tersenyum malu karena kehadiran ibu di ruang tamu rumahku. Ya, aku tak heran dengan keterkejutanmu itu. Pengakuan bahwa kamu jarang melihat ayam hidup pun hanya menegaskan anggapanku bahwa kotamu memang kota yang kejam. Kota yang bahkan tidak memberi kesempatan kepada ayam untuk sekadar berjalan-jalan mencari makan. Persis seperti yang kamu lihat di depan rumahku. “Selama ini jarang lihat ayam jalan, paling sering lihat ya ayam goreng”, katamu. Ungkapan yang lantas membuat kita, dan ibuku, tertawa.

Senin, 06 September 2010

Bang Hadi Sang Penjaga Akal Sehat


Judul Buku : Ashadi Siregar : Penjaga Akal Sehat dari Kampus Biru
Penyunting : Candra Gautama, Nanang Junaedi, M.Taufiqurohman, Ana Nadhya Abrar
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Tebal : xxiii + 374 halaman
Cetakan : Juni 2010


Bukankah seorang intelektual harus mampu menunjukkan karakter personal yang kuat? Sebagian besar pasti akan menganggukkan kepala jika mendapat pertanyaan tersebut. Sayang, kondisi masyarakat modern yang kian hari kian pragmatis justru melahirkan sosok intelektual yang minim karakter. Julian Benda menyebut intelektual yang minim karakter ini sebagai pengkhianat. Alih-alih memberikan sumbangsih bagi keadaban publik, mereka justru semakin sibuk mengejar kepentingan pribadi. Kita hampir kesulitan untuk menemukan sosok yang bisa dijadikan panutan oleh masyarakat. Hanya sedikit saja yang mampu menyelami dan bergerak bersama masyarakat.