Kamis, 31 Maret 2011

Aksi Demonstrasi itu Tidak Ilmiah dan Melanggar Ajaran Agama


Hari ini (30/3) BEM se-UGM menggelar aksi demonstrasi ke sekian kali terkait penolakan kebijakan Kartu Identitas Kendaraan (KIK). Dalam dua tahun belakangan, aksi ini adalah aksi yang paling massif dan dilakukan secara berkelanjutan oleh mahasiswa UGM entah yang mengatasnamakan lembaga internal maupun komunitas-komunitas mahasiswa yang merasa resah dengan ada kebijakan KIK ini. Saya tidak ingin menulis tentang mendukung atau menolak KIK, itu sudah dilakukan sebelum-sebelumnya, dan sudah banyak tulisan terkait hal itu. Yang mau baca tulisan-tulisan tentang KIK bisa dilihat di group Facebook Gertak (Gerakan Tolak Komersialisasi Kampus UGM). Nah, yang ingin saya bahas adalah, aksi hari ini menjadi menarik karena rektor ( di luar kebiasaan) mau menemui mahasiswa yang melakukan aksi di Gedung Pusat.

Biasanya, pak rektor tidak mau menemui mahasiswa-mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi. Apalagi kalau yang melakukan aksi adalah organisasi yang tidak terdaftar namanya di direktorat kemahasiswaan. Apa yang menarik dari pernyataan-pernyataan rektor tadi ketika menemui mahasiswa? Ada beberapa hal yang saya catat dan ini diungkapkan oleh rektor tadi.

Pertama, rektor menyampaikan, “saya mau berdiskusi dengan mahasiswa kalau penanggung jawab aksi menyerahkan semua daftar nama peserta aksi dan dipastikan bahwa jumlah yang datang ketika aksi sama dengan jumlah yang pergi ketika aksi selesai”.

Kedua, “mahasiswa yang ikut aksi hari ini dan meninggalkan kuliahnya artinya adalah mahasiswa yang tidak jujur dan membohongi orang tua karena niat ke UGM adalah kuliah”.

Ketiga, (ini tanggapan pak rektor ketika dia memotong lutfi, ketua BEM KM, yang sedang berbicara) “ anda kalau berdiskusi jangan menggunakan emosi serta kata-kata dan retorika yang tidak baik, saya tidak mau berdiskusi kalau anda masih emosi”.

Keempat, “kalau mahasiswa mau dilibatkan dalam kebijakan ini, seharusnya datang dengan baik-baik, tidak perlu berteriak-teriak seperti jagoan”.

Kelima, “aksi demo ini tidak ilmiah, apalagi untuk meng-create sebuah pengetahuan dan pembuatan kebijakan. Ini dosa dan melanggar ajaran agama”

Menarik bukan apa yang disampaikan oleh rektor UGM ketika aksi tadi? Dan saya memperhatikan, di awal, rektor menyampaikan ini dengan nada yang meninggi, wajah seperti menahan marah. Yang menarik bagi saya adalah, rektor UGM mengatakan bahwa aksi demonstrasi dan teriak-teriak di jalanan itu salah dan melanggar ajaran agama, termasuk juga membohongi orang tua. Bukankah ini sebentuk upaya untuk membungkam mahasiswa supaya tidak melakukan aksi-aksi demonstrasi? Apalagi yang datang tadi sebagian besar adalah mahasiswa angkatan 2010, dan ketika rektor menyampaikan itu, sebagian besar menundukkan wajah ke bawah. Mungkin banyak yang menganggap saya lebay ketika mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh pak rektor adalah sebentuk pembungkaman. Tapi bagi saya tidak berlebihan, ini justru menunjukkan bahwa ada represi dalam wujudnya yang paling halus, dari pimpinan tertinggi UGM. Dan ini dilakukan juga oleh jajaran pimpinan UGM dalam menanggapi beberapa aksi mahasiswa UGM akhir tahun lalu.

Aksi demonstrasi yang dilakukan Gertak pada 30 Agustus 2010 mendapat tanggapan negatif dan cenderung represif dari bawahan rektor. Dalam selebaran berwarna biru yang dikeluarkan Humas dan bercap resmi UGM, Gertak dianggap sebagai "Kelompok yang tidak bertanggungjawab dan tidak jelas identitasnya". Kalimat yang digunakan dalam selebaran itu provokatif dan tidak layak dikeluarkan instansi besar seperti Humas UGM. Simak saja kata-kata di akhir selebaran. "Mengikuti demo sangatlah memalukan, ibarat mengikuti jalan kancil yang sedang sembunyi, malah tersesat, bingung dan tidak berprestasi". Sementara itu, dalam selebaran berwarna putih yang ditandatangi Kepala SKKK Noorhadi Rahardjo, Direktur Kemahasiswaan Haryanto, dan Direktur PPA Singgih Hawibowo, dikatakan bahwa "mahasiswa baru jangan sampai menjadi korban tindakan yang tidak bertanggungjawab".

Waduh, ini padahal belum pada substansi masalah mengenai pro-kontra KIK. Eh, represi sudah mulai muncul dari pihak kampus. Halus, dan tidak terasa, dan mungkin juga bakal dibiarkan oleh teman-teman mahasiswa. Atau mungkin saya yang berlebihan? Entahlah. Ini dulu, nanti saya dianggap mencemarkan nama baik dan melanggar ajaran agama malah repot. Tetap Tolak KIK!

Tidak ada komentar: