Senin, 24 Oktober 2011

Pengalaman Pertama


Ada banyak pengalaman pertama yang selalu meninggalkan jejak. Sulit dilupakan, dan mengendapkan kesan mendalam. Persis seperti saat aku mengenalmu. Itu adalah perjumpaan pertama kali. Perjumpaan yang tidak pernah aku bayangkan bakal sampai sejauh ini. Terlalu dalam, terlalu susah dilukiskan dengan kata-kata. Tentu saja aku tak akan pernah menyesali perjumpaan itu.

Aku ingat, kau tiba-tiba saja mengajakku berpetualang ke dalam duniamu. Dunia yang belum benar-benar aku pahami. Dan entah kenapa aku mau saja mengikuti kemauanmu. Semacam gairah yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Cinta yang tumbuh pelan-pelan, tanpa syarat, dan pengertian untuk saling memahami.

Dari sebuah kekalahan kau belajar untuk meraih kesuksesan. Pernah kau dicaci sebagai anak kecil yang bahkan belum layak untuk mendapatkan sebuah keberhasilan. Kau direndahkan, diremehkan. Tapi kau tak putus asa. Kesabaran tinggi dengan disiplin keras mampu kau terjemahkan menjadi kekuatan yang luar biasa. Dan tak ada yang berani merendahkanmu lagi. Kau berjalan tegak dengan penuh kebanggaan di depan mereka yang pernah melecehkanmu.

Dalam sebuah hubungan, tentu saja ada episode-episode di mana kita sama merasakan kegembiraan, ada saat ketika kegembiraan itu luruh menjadi kesedihan dan kekecewaan. Dan itu terjadi dalam hubungan kita.
Musim pertama aku mengenalmu, kau kehilangan gelar Premier League dan Piala FA yang “dijarah” Arsenal. Di Liga Champion, kau pun kalah di perempatfinal. Tapi entah, justru dari kekalahan-kekalahan itu aku mengenalmu. Cinta tumbuh dengan cara yang tak sepenuhnya kita pahami. Barangkali memang di titik itulah keindahannya. Musim berikutnya, kegembiraan datang beruntun. Awal mula bulan madu yang panjang. Treble winners menjadi jawaban yang elegan dari double winners yang diraih Arsenal musim sebelumnya. Telak.

Selepas itu adalah dominasi, pelan-pelan menjadi hegemoni. Kau menjadi arus utama. Dan seingatku, lingkungan membentukku menjadi seorang yang anti-kemapanan. Anti arus utama. Tapi entah kenapa untuk yang satu ini aku harus menjadi yang-arus-utama. Rasa-rasanya karena cinta. Kau adalah meta-teks tentang keberhasilan. 12 gelar Liga Inggris dalam 20 musim terakhir. 19 gelar sepanjang masa yang membuatmu menjadi tim terbanyak yang meraih gelar liga.
Berbagai usaha klub lain untuk membuka selubung dominasi, menjadi counter hegemony, terlampau susah. Hanya sesekali saja. Itupun hampir semua tidak mampu konsisten.Musim berganti musim, musuh berganti musuh. Mulanya menjadi penantang utama Liverpool, kemudian datang gangguan dari Blackburn, lantas Arsenal, kemudian Chelsea. The Reds dan Manchester City cuma menjadi rival latih tanding saja.

Buktinya, hanya Blackburn, Arsenal, dan Chelsea yang mampu menjadi juara di jeda gelarmu. Liverpool, yang pernah menghina habis-habisan, toh sekarang hanya mampu melihat. Seolah tak mampu berbuat apa-apa. Sepertinya memang tidak mampu. Apalagi City.Tapi memang setidaknya harus diakui, gangguan dari musuh-musuh “tradisional” lain terkadang cukup menyakitkan juga. Setidaknya ada beberapa pertandingan yang membekas dalam benak. Kekalahan 0-5 dari Chelsea tahun 1999, kekalahan 0-1 dari Arsenal di Old Trafford yang sekaligus memastikan Arsenal juara Liga Inggris tahun 2002, kekalahan 1-4 dari Liverpool di Old Trafford tahun 2009. Betatapun, itu hanya menjadi kerikil sandungan di jalan.

Seperti yang terjadi tadi malam, kekalahan 1-6 dari City hanya bentuk kecerobohan yang membuatmu terpeleset. Memalukan memang. Tapi pertandingan tadi malam tidak menandai berakhirnya sebuah era. Eramu masih akan terus berlangsung. Kekalahan telak ini adalah kekalahan terbesar dalam 85 tahun terakhir. Keyakinanku, kekalahan ini hanya pertanda bahwa musuhmu sudah berganti lagi. Bukan Arsenal, Chelsea, apalagi Liverpool.

Musuhmu saat ini lahir dalam rupa tetangga satu kota yang berisik. Musuh yang lahir dari penetrasi kapital di lapangan hijau. Bukan dari kesabaran dan kesungguhan yang selalu kau perlihatkan. Kekalahan yang memalukan, menyedihkan, mengecewakan, tapi musim belum berakhir. Bukankah pemenang adalah mereka yang tertawa di akhir musim?
Glory Man United!

Tidak ada komentar: