Rabu, 25 November 2009

Melawan dengan Anekdot


Judul : The Kampus, Ngakak Sampai Mampus
Penulis : Kelik Supriyanto
Penerbit : Insania, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2009
Tebal : viii + 96 Halaman


Anekdot, salah satu genre lelucon, merupakan bentuk energi budaya yang memiliki kandungan pengertian sangat kompleks. Tentu saja, menjadi menarik ketika di negeri ini, anekdot “hanya” diartikan sebagai lucu-lucuan atau guyonan belaka. Memang tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Namun tentu saja, bisa jadi ini terlalu menyederhanakan masalah.

Seperti diungkapkan Darminto M. Sudarmo (2004), Anekdot bisa terjadi karena dua sebab; pertama, tak sengaja; kedua, disengaja. Anekdot yang tak disengaja tentu saja berkaitan dengan semua kejadian lucu yang menimpa seseorang. Anekdot sengaja, sebaliknya. dia sengaja dibuat yang berarti merupakan hasil kreasi manusia.
Nah, menyimak buku karangan Kelik Supriyanto ini, kita dihadapkan pada jenis anekdot yang kedua. Yaitu anekdot sebagai sesuatu yang sengaja dibuat dan memiliki fungsi.

Dalam konteks buku ini, Kelik menempatkan anekdot sebagai sarana kritik sosial bagi rezim otoriter Orde Baru. Bentuk kritik sosial dengan anekdot seperti itu memang banyak muncul dalam konteks Orde Baru yang memang antikritik. Sampai-sampai, karikaturis G.M. Sudarta (1997) menyindir, “ngritik dikit dibilang anti!”
Tampak dari buku ini, Kelik dengan cerdik membuat cerita-cerita anekdot dengan setting Orde Baru. Sebuah zaman di mana semua oposisi dibungkam, termasuk mahasiswa. Dan melalui anekdot, Kelik menggambarkan bagaimana mahasiswa sedang mengolok-olok kekuasaan yang korup dan otoriter dengan tertawa sepuasnya. Di titik ini, anekdot yang dipakai mahasiswa menjadi semacam wacana tanding melawan hegemoni dari pemerintah. Inilah sebentuk kritik ala mahasiswa yang memiliki rasa humor.
Anekdot sekaligus menjadi metode lain perlawanan mahasiswa sebagai lawan vis a vis Orde Baru. Alasannya, mengkritik dengan media anekdot akan membuat yang dikiritik tak cepat merah telinga alias tersinggung. Bahkan jika akhirnya tersinggung, maka yang dikritik akan cepat kembali tersenyum. Artinya, kritik semacam ini akan meminimalisir konfrontasi terbuka. Ini tentu menjadi metode gerakan yang cerdas karena bersifat halus. Sebuah pilihan yang memang harus diambil melihat rezim Orde Baru begitu mudah menculik dan menghilangkan mereka yang melawan secara terang-terangan.
Dari segi fisik, buku ini memang terbilang mungil. Lihat saja, ukurannya hanya 13 x 20,5 sentimeter dengan jumlah 96 halaman. Bisa jadi, mereka yang pertama kali memegangnya akan menganggap buku ini tak serius alias main-main. Namun, jika kita baca lebih dalam, anekdot-anekdot yang ditampilkan oleh Kelik dalam sekitar 90-an cerita di buku ini seolah mencermikan realitas yang lebih serius dibanding fakta-fakta pada umumnya. Menurut Hasan Bachtiar (2009) buku jenis ini menjadi semacam “etnografi karikatural” perihal kehidupan mahasiswa dan kampus, tentang tipologi orang-orangnya, konten-konten kulturalnya, interaksi-interaksi dinamisnya, pendek kata, segala pernak-perniknya.
Sedikit kekurangan – kalau boleh disebut kekurangan – dalam buku ini yaitu masih banyaknya humor yang bernada seks atau porno. Humor bernada seks atau porno tentu saja merupakan humor paling mendasar yang menyasar libido seseorang sehingga bisa tertawa. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dunia mahasiswa dekat dengan hal-hal semacam itu. Humor-humor bernada seks dalam buku ini sekaligus menunjukkan dua sisi mahasiswa. Di satu sisi menjadi agen penggerak perubahan sosial – dengan keberaniannya melawan pemerintah. Serta di sisi lain menunjukkan bahwa mahasiswa pun manusia biasa dengan segala naluri seksualnya.
Demikianlah, betapapun buku mungil ini hanya memuat sedikit kisah-kisah anekdot politik mahasiswa. Sangat sedikit jika dibandingkan dengan misteri anekdot – dan lelucon – yang tiada tara itu. Namun setidaknya kehadiran buku humor ini layak kita sambut dengan penuh kegembiraan karena bisa memunculkan buah keberuntungan. Buah keberuntungan yang bisa bermacam-macam bentuknya. Bisa rangsangan intelektual atau inspirasi. Bisa tertawa lepas. Bahkan, bisa jadi hanya sekadar senyum simpul.

Tidak ada komentar: